Bertema "Nasionalisme Dalam Perspektif Islam" Rumah Baca Rakyat Helat Diskusi Publik (foto: istimewa)
Cuplikcom - Indramayu - Rumah Baca Rakyat helat acara diskusi publik bersama puluhan pemuda dan mahasiswa bertema nasionalisme dalam perspektif Islam di Aula Masjid Al Ikhlas Desa Eretan Wetan Kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu, Sabtu (11/11/17).
Ketua rumah baca rakyat, Muhammad Radu Maulana mengatakan, diskusi seperti itu rutin digelar setiap bulan, meskipun dilakukan secara sederhana, namun harus tetap dilakukan sebagai refleksi dari hasil literasi dan membahas isu-isu kedaerahan maupun nasional.
"Kegiatan sastra pinggir kali juga sering dilakukan, dengan belajar bersama anak-anak desa bagaimana membuat puisi dan karya sastra," terangnya.
Sementara, Rio Alaroy, dalam sambutannya mengatakan, rumah baca rakyat aktif bergerak di bidang literasi, yang dibangun atas kesadaran kawan-kawan di rumah baca rakyat tersebut dalam mengkampanyekan budaya membaca.
"Para pegiat literasi di rumah baca rakyat ini awalnya merupakan gubug baca, buku-buku yang dikumpulkan merupakan bantuan dari donatur," katanya.
Salah satu pemateri, Anggi Noviah mengungkapkan, nasionalisme merupakan sebuah wujud cinta terhadap tanah air, terutama peduli pada kondisi di daerah.
"Nasionalisme tumbuh ketika melihat kondisi sosial, jika ada rasa nasionalisme, maka kita akan turun ke jalan ketika melihat ketidakbenaran," katanya.
Ia menuturkan, hal terkecil dalam mengingat rasa nasionalisme adalah dengan mendengar lagu-lagu nasional, seperti Darah Juang, Buruh Tani dan sebagainya.
Hal senada diungkapkan Ustadz Casmin Abughiffar, nasionalisme dalam persepektif islam merupakan wacana baru, karena Islam terlebih dahulu ada sebelum muncul istilah nasionalisme.
Menurutnya, secara sederhana nasionalisme dapat di artikan sebagi faham tentang semangat kebangsaan, perasaan kebangsaan, yaitu semangat cinta atau perasaan cinta terhadap bangsa dan tanah air.
"Nasionalisme yang mengandung nilai tentang kecintaan pada tanah air, mempererat persaudaraan bela negara untuk membebaskan diri dari kolonialisme, faham seperti inilah yang dipahami, diyakini, dipraktekkan oleh bangsa ini terlebih oleh kyai dan santri pesantren," paparnya.
Dikatakannya, resolusi djihad adalah contoh konkrit bagaimana bangsa ini, utamanya kaum santri dalam membuktikan dan menjalankan nasionalisme.
"Islam dan nasionalisme adalah dua sisi mata uang yang saling memberikan makna, keduanya tidak bisa diposisikan secara dikotomi atau terpisahkan," tuturnya.
Nasionalisme, lanjut Ustadz Casmin, selalu meletakkan keberagaman dan pluralitas sebagai konteks utama yang darinya dapat melahirkan ikatan dasar yang menyatukan sebuah negara dan bangsa.
"Kita sebagai warga negara sudah selayaknya memiliki rasa bangga dan mencintai terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Akan tetapi, rasa bangga dan cinta kita terhadap bangsa dan negara ini dengan sewajarnya," tegasnya.
Selain itu, dalam acara tersebut juga dibacakan puisi karya Taufik Ismail serta puisi karya para pegiat literasi di rumah baca rakyat, dan dilanjutkan sesi tanya jawab dalam diskusi nasionalisme dalam perspektif Islam.